Kemarin, ketika saya sedang duduk di atas bangku angkot, saya kepikiran untuk membaca buku sesuai dengan komitmen saya untuk di bulan Mei ini.
Buku yang saya baca berjudul, Why Didn't I Think of That? karangan Charles W. McCoy, Jr., diterjemahkan oleh Achmad Kahfi. Saya buka daftar isi dan memilih satu topik yang menarik dengan hati saya saat itu.
Dapatlah topik yang berjudul,
Mengapa Saya Tidak Mengapresiasi Hal Itu? (Bab Tujuh)
Tema besar yang dibicarakan disini adalah bagaimana berpikir secara empati. Tetapi, pada beberapa halaman setelah judul subbab pembukanya, saya menemukan suatu hal yang fascinating. Apa itu?
Perbedaan antara empati dan simpati. Beginilah isinya.
---
Pemahaman umum tentang empati mengaburkan pengertian antara empati dengan simpati.
Simpati mengandaikan kemiripan antara pemikiran dan perasaan saya dengan pikiran dan perasaan anda. Sebagai seorang yang bersimpati, saya ikut berbagi (share) dengan rasa sakit anda, dengan kesedihan anda, dengan kesenagan anda, dengan pendapat anda, dengan tujuan anda.
Empati, di pihak lain, adalah melapangkan jalan bagi saya untuk memahami pemikiran2 dan perasaan2 anda yang unik, bahkan jika mereka berbeda secara radikal dari pemikiran dan perasaan saya sendiri.
Simpati menggabungkan pemikiran dan perasaan saya dengan pikiran dan perasaan orang lain dan mengimplikasikan bahwa saya mendukung dan menyetujui mereka.
Berbeda dengan simpati, empati mengizinkan saya untuk mengapresiasi pemikiran dan perasaan yang berbeda dari orang lain.
---
Ketika saya membaca hal ini, saya jadi teringat dengan kejadian yang baru2 saja terjadi di Indonesia saat ini. Kemarin di acara CFD (Car Freed Day) beberapa orang melakukan intimidasi kepada orang2 yang berbeda pilihan politik dengan mereka. Banyak para pria pake kaos #2019gantipresiden mengganggu seorang ibu yang pake kaos #diasibukkerja dengan cara berteriak2 di dekatnya sambil berkata, "dibayar berapa kau..." (kira2 gitulah bunyinya). Bahkan ada lagi yang bertindak tidak sopan, yaitu seorang anak muda menyodorkan pisang ke dalam mulut ibu itu. Padahal, ibu ini adalah orang tua. Kok bisa2nya ya anak muda itu berlaku tidak bermoral seperti itu? Kalok Bang Birgaldo membilangnya, 'pelecehan seksual'.
Melihat hal ini, saya berpikir bahwa orang2 Indonesia saat ini sudah mulai mengalami kemunduran dalam hal empati. Kemunduran drastis. Sulit menerima orang yang berbeda dengannya. Masak, gara2 beda pilihan capres aja bisa berbuat amoral gitu? Sedih melihatnya. Bahkan, kalok bisa, saya udah pukulin orang yang berbuat hina seperti itu. Namun apa daya, ngurus diri sendiri aja pun awak belum mampu. Saya hanya bisa bersimpati aja pada Ibu yang mengalami kejadian itu, dan tidak mungkin bisa berempati pada orang2 yang melakukan itu. Tetap semangat ya Bu!
Ehh baru saya sadar, saya udah mencontohkan bagaimana caranya bersimpati.
Kalok berempati, begini biar saya contohkan.
Saya punya teman di kampus, seorang perempuan. Perempuan ini dulu saya sangat kagumi sebab dia begitu gigih dalam bekerja. Benar2 disiplin orangnya - setidaknya menurutku. Tapi akhir2 ini, rasa kagum saya itu mulai kendur sebab ia tampaknya adalah salah seorang simpatisan dari ideologi terlarang yang hendak mengganti ideologi Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia. Hal ini terlihatku dari beberapa kali dia mensharing hal2 yang berbaur dengan ideologi terlarang itu. Sungguh kesal hati saya melihatnya. Tidak hanya itu, dia sering juga membuat status yang menyudutkan pemerintahan Pakde Jokowi saat ini, padahal data2 yang ia pake bersumber dari media2 yang tidak kredibel, yang pernah menyebarkan isu2 murahan.
Saya sering berpikir, 'kok bisa ya dia bisa berpikir seperti itu?' Teriris hati ini memikirkannya. Namun, setelah saya baca tentang empati dari buku ini, saya mencoba berempati dengan pemikirannya. Tapi, bukan berarti saya setuju dengan ideologi yang ia dukung. Sebab sangatlah dilema kalok membencinya sebab dia adalah orang yang baik dalam perbuatannya.
Sudah pada paham belum bedanya empati dan simpati itu? Semoga curhatan saya itu membantu anda untuk memahaminya.
Maaf ya, kalok postingan ini agak ngawur2 sikit. Hehehehehehhe...
Rahayu,
Raja Karmen Pane
;)