Setengah jam telah berlalu setelah saya menonaktifkan akun sosmed saya. Tiga akun sosmed yang saya nonaktifkan adalah Instagram, Facebook, dan Twitter.
Mungkin anda berpikir "dalam rangka apa saya melakukannya?"
Alasan saya melakukannya karena, saya pengen 'menghilang' dari kehidupan saat ini.
'Menghilang' bukan berarti meninggal ya. Tapi, ini merupakan langkah pertama saya apabila saya merantau nantinya.
Jikalau suatu saat nanti saya berada di perantauan, saya berencana "tidak akan kembali lagi ke kampung halaman saya".
Apa hubungannya dengan menonaktfikan akun sosmed saya?
Agar keberadaan saya tidak diketahui, dan juga saya pengen dilupakan oleh keluarga dan teman2 lama saya nantinya.
Sebenarnya, saya sudah merasa tidak nyaman lagi di rumah saya saat ini.
Kata orang, "rumah adalah tempatmu kembali". Hal ini tidak berlaku bagi saya lagi.
Sakit hati saya jikalau tinggal lebih lama lagi di rumah saat ini. Kakak saya bagai seorang yang sedang 'sakit jiwa'. Tiap hari dia marah dan marah.
Terlebih lagi, dia marah kepada Ibu. Saya nggak tega mendengarnya. Tapi, saya tidak bisa berbuat apa2 sebab saya seorang pengangguran. Saya berpikir bahwa 'ini adalah karena kegagalan saya, oleh karenanya saya tidak bisa menasehati siapapun. Pada diri sendiri saja saya masih gagal, bagaimana mau menasehati orang lain?'.
Saya rasa kakak saya tiap hari mengalami stress. Salah satu alasannya, mungkin karena ia belum menikah sebab ia sudah berusia 27 tahun. Dan kedua, gengsi yang membebani batinnya. Dia merasa malu kepada orang lain, karena dia gak punya pekerjaan yang lebih baik dari orang lain. Dan selanjutnya, karena pesan dari keluarga yang meminta ia untuk menjaga Ibu karena sudah pikun.
Saya mengerti perasaannya terlebih dia adalah seorang perempuan, yang kagak seharusnya menjadi penanggung jawab keluarga kami. Padahal, ayah masih hidup tapi tidak ada hal yang bisa diharapkan darinya selain menyetir mobil doank.
Selain, kakak saya, alasan saya pengen pergi dari rumah saya untuk selamanya adalah karena kekecewaan pada ayah saya. Saya muak melihatnya, terlebih ketika ia hanya tahu berhutang dan main togel aja. Tidak pernah ia tunjukkan bagaimana menjadi seorang ayah. Dan ketika ia punya masalah, ia akan membuat masalah di rumah dan bertindak mengancam. Sungguh memuakkan.
Mungkin anda akan berpikir bahwa saya adalah orang yang tidak tahu berterimakasih. Terserah anda sih berpikir bagaimana.
Sebenarnya, saya sangat ingin menanggung jawabi keluarga kami, tapi saya tidak punya tuntunan. Tidak tahu saya harus meneladani siapa. Minta nasehat siapa pun kagak ada. Belajar kepada kakak saya, buat sakit hati. Hal sangat kecil aja, akan ia bentak2 dan merendahkan harga diri saya. Contohnya nih, ketika saya sedang membantunya menyiapkan pesanan pembeli, saya dibentaknya di depan pembeli, hanya karena 20 DETIK saya dalam membuat kemasan makanan. Lagi, ketika saya salah dalam mencuci pakaian di mesin cuci. Hanya karena saya menekan tombol 'peras' yang seharusnya 'mencuci' di mesin cuci, ia marahi sampai saya sakit hati. Masih banyak lagi. Hanya karena hal kecil doank, yang butuh waktu beberapa menit terselesaikan, ia akan memarahiku.
Lagi, kakak saya tiap hari menyakiti perasaan saya dengan perkataannya. "Idiot, banci kaleng, gak guna" adalah kata2 yang ia keluarkan hampir tiap hari buat saya. Sesekali saya marah untuk membalasnya.
Saya menyimpan dendam untuknya karena hal itu. Tapi gak berniat untuk membalasnya dengan hal yang sama. Balas dendam yang hendak saya akan lakukan kelak adalah "JIKALAU SAYA SUATU SAAT NANTI SUDAH MENEMUKAN TEMPAT NYAMAN YANG BARU BUAT SAYA, SAYA AKAN MEMUTUSKAN HUBUNGAN KELUARGA DENGANNYA".